Bersama Dekan dan Kaprodi UMC, PP Muhammadiyah Beri Arahan Penting di Ramadhan 1443 H

Bersama Dekan dan Kaprodi UMC, PP Muhammadiyah  Beri Arahan Penting  di Ramadhan 1443 H
Para Dekan UMC berpose sebelum berbuka puasa di Hari ke 23 Ramadhan 1443 H ( Dok: Istimewa)

UMCPRESS.ID - Kiai Haji Ahmad Dahlan (1868-1923), pendiri Muhammadiyah pada 8 Dzulhijjah 1330/18 November 1912, pernah membuat murid-muridnya bertanya-tanya keheranan saat memberi pelajaran tafsir. 

Ketika menafsirkan surah al-Ma’un (Alquran surah 107) secara berulang-ulang tanpa diteruskan dengan surah surah lain, Dahlan sebenarnya sedang menguji kepekaan batin para muridnya dalam memahami Alquran, apakah sekadar untuk dibaca atau langsung diamalkan.

Demikian disampaikan Ahamd Muttaqin selaku Anggota Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah kepada Dekan dan Kaprodi Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC) dengan tajuk " Spirit dan Etos Kerja di PTM dalam Perspektif  Al-Maun dan Al-Ashr" yang digelar via Zoom di FH UMC, Minggu (24/4/2022).

" Luar biasa, saya mengapresiasi kegiatan yang dirangkai dengan bukber menjadi  nutrisi positif untuk merajut kebersamaan yang memang terkandung dalam teologi Surrah Al-Maun," ucap Ahmad. 

Apalagi makna kebersamaan ini acapkali terlontar dari Mulut Kiai Dahlan kepada murid-muridnya saat itu.

Kiai Dahlan berpesan dalam kebersamaan terdapat dimensi kognitif, sekaligus sebagai pedoman dalam pergerakan Muhammadiyah yang sejatinya mengdepankan nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

Semenjak gelora Al-Maun terpatri di setiap murid-murid Kiai Dahlan, mulailah mereka mencari orang-orang miskin dan anak yatim di sekitar Yogyakarta untuk disantuni dan diperhatikan. 

Maka, berdirinya Panti-Panti Asuhan dan Rumah Sakit PKU tahun 1923 adalah salah satu perwujudan dari aksi sosial ini.

Selain Surrah Al-Maun, Kiai Dahlan kemudian berupaya memupuk para muridnya dengan teologi Al-Ashr.

Bahkan, Kiai Dahlan mengajarkan surah Al-Ashr  selama tujuh sampai delapan bulan dibandingkan dengan surah Al-Ma’un yang diajarkan tiga bulan saja. 

Ini menunjukkan betapa surah Al-Ashr menunjukkan banyak memliki nilai keberagaman dalam proses pembangunan peradaban dan kualitas hidup masyarakat.

Pelajaran Al-Ashr Kiai Dahlan menjadi ideologi peradaban bagi Muhammadiyah. 

Etos Surah Al-Ashr dapat ditautkan dengan konsep peradaban islam. Di dalam kandungan surah ini terdapat sumpah islam berkemajuan. Al-Ashr bermakna modern yang mengandung semangat berkemajuan dan berpikiran yang serba melampaui zaman. 

Gerakan islam Muhammadiyah dinyatakan sebagai gerakan modern karena wataknya yang modern (Ashr),yakni bersifat kekinian atau dengan kata lain sesuai dengan perkembangan zaman. 

Karena itu dalam konteks peradaban makna wal al-‘ashr inna al-insana lafi Khusr ialah demi masa depan kehidupan,sesungguhnya peradaban umat manusia dalam aneka ragam kehancuran. 

Surah Al-Ashr memiliki kandungan sangat padat, mencakup kehidupan sejarah peradaban umat manusia. Transformasi teologi Al-Ashr dapat membawa manusia kea rah kehidupan akhirat yang baik dan kehidupan dunia yang berkemajuan dan berperadaban tinggi. 

Lantas bagaimana dengan konteks mengelola Amal Usaha Muhammadiyah?

Ahmad mengimbau agar Pemangku Kebijakan di Perguruan Tinggi Muhammadiyah memfokuskan pada empat pokok penting.

Pertama, Kesabaran yang menekankan pentingnya sifat konsisten, fokus, ikhlas professional, harmonis, quality continous improvement.

Kedua, Kebenaran yang menitikberatkan akan taat regulasi, sistem, transparansi dan akuntabel. Secara burhani bermakna data dan scientis based.

Ketiga, Amal sholih mendorong siapapun yang berada di PTM senantiasa menjadikan AUM sebagai ladang amal sholih, sitemik dan terorganisir. Secara irfani, berorientasi ke service of excellent.

Keempat, Urgensinya nilai-nilai dasar AIK yang jelas memperkuat visi-misi, road map, RIP, Renstra. Poin ini menjelaskan aspek bayani.

Terkait dengan keempat poin penting diatas, teologi Al-Ashr juga memberikan empat pilar untuk merajut peradaban. 1). Paradigma Tauhid, 2). Penguasaan dan Pengembangan Iptek,3). Amal usaha: Kerja Kerja Peradaban, 4). Penguatan MEA (Moral,Etika,Akhlak). 

Dengan semangat teologi Al-Ashr akan membawa Muhammadiyah menuju masyarakat islam yang Berkemajuan sesuai tujuan Muhammadiyah itu sendiri, dan tak bisa dipungkiri halangan atau hambatan Muhammadiyah tentu akan lebih sulit dari yang sebelumnya.

Sehingga semangat teologi Al-Ma’un dan Al-Ashr harus betul betul dijalankan oleh segenap warga Muhammadiyah.