Prof Rokhmin Paparkan Strategi Bangun Masyarakat Pesisir di IKN Baru Kaltim
Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Prof Rokhmin Dahuri menilai pemindahan ibu kota negara (IKN) baru dari Jakarta ke Kalimantan Timur memberikan keuntungan di berbagai sektor.
UMCPRESS.ID - Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Prof Rokhmin Dahuri menilai pemindahan ibu kota negara (IKN) baru dari Jakarta ke Kalimantan Timur memberikan keuntungan di berbagai sektor.
Namun, masyarakat pesisir harus menjadi bagian terpenting dari IKN baru itu.
Hal ini disampaikan Prof Rokhmin di Diseminasi Hasil Kelitbangan “Kesiapan Masyarakat Pesisir Menuju Ibu Kota Negara (IKN)” Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara, diinisiasi oleh Asosiasi Pemerintah Kabupaten Pesisir se-Indonesia (ASPEKSINDO), Kamis (27/5/2021).
" Ada 6 hal pokok yang mesti diperhatikan yakni ekonomi yang didalamnya ada jasa serta industri, Infrastructure yang memiliki connectivity, environmental management, SDM dan pemerintah yang merupakan bagian terpenting dari IKN baru. Ke-6 ini mesti bisa hajat hidup masyarakat pesisir," ucap Rokhmin yang juga sesupuh Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC).
Pemindahan IKN menurut Rokhmin, bertujuan untuk pemerataan pembangunan dan kesejahteraan antar wilayah secara proporsional sehingga, perekonomian Indonesia akan lebih produktif, efisien, berdaya saing, inklusif, dan berkelanjutan.
Selain itu, Ketua Dewan Pakar ASPEKSINDO itu menyampaikan strategi pembangunan wilayah berbasis pengembangan sumber daya alam dan keberlanjutan lingkungan diantaranya pertama, minimal 30% total wilayah Kabupaten PPU IKN untuk kawasan lindung; dan 70% untuk kawasan pembangunan sesuai dengan UU No. 26/2007 tentang Perencanaan Tata Ruang.
Rancangan tata ruang wilayah (RTRW) terpadu: Upland – Coast – Ocean. Ketiga, Pembangunan Beberapa Kawasan Pesisir dan Tepian Sungai sebagai Waterfront City sesuai RTRW – IKN.
Menurut Rokhmin, arti waterfront city adalah konsep pengembangan daerah tepian air baik itu tepi pantai, sungai ataupun danau.
Pengertian 'waterfront' dalam Bahasa Indonesia secara harfiah adalah daerah tepi laut, bagian kota yang berbatasan dengan air, daerah pelabuhan (Echols, 2003),” ujar ketua umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu.
Ia menambahkan, waterfront city juga dapat diartikan suatu proses dari hasil pembangunan yang memiliki kontak visual dan fisik dengan air dan bagian dari upaya pengembangan wilayah perkotaan yang secara fisik alamnya berada dekat dengan air di mana bentuk pengembangan pembangunan wajah kota yang terjadi berorientasi ke arah perairan.
Rokhmin juga mengatakan, untuk membangun kota tepi laut perlu memperhatikan soal citra daerah, nilai sosial, nilai ekonomi, nilai kemanusiaan, identitas dan nilai-nilai budaya lokal, serta dayang dukung ekologisnya.
Konsep waterfront city memiliki 3 pendekatan. Pertama, mengatasi banjir di bantaran sungai. “Dikarenakan dalam pengelolaan kota dengan konsep waterfront city diperlukan pembangunan kanal yang berfungsi untuk mengaliri air dari hulu (sungai) ke hilirnya (laut).
Pembangunan kanal ini secara tidak langsung dapat menjadi salah satu solusi mengatasi banjir yang kerap melanda beberapa Kota besar maupun daerah di Indonesia,.
Kedua, sebaagai fungsi pariwisata dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
“Dengan perencanaan yang matang, kota dengan konsep waterfront city tentunya akan mendatangkan keuntungan pariwisata bagi kotanya. Kota waterfront city yang tersusun apik, rapih, dan bersih tanpa melupakan keseimbangan ekosistem sekitar dapat memberikan hasil lebih bagi potensi wisata daerah,” tutur Rokhmin.
Terkait pembangunan kota pintar (smart city), Rokhmin mengatakan, tak ada salahnya Indonesia belajar kepada Swedia.
“Kita perlu belajar mengelola kota pintar kepada Swedia. Hal itu perlu kita lakukan dalam upaya mengembangkan kota pintar, tak hanya dari sisi penerapan teknologi dalam segala aspek kehidupan, tetapi juga bagaimana menciptakan lingkungan yang berkelanjutan,” papar Rpkhmin.
Pertama, penggunaan energi yang lebih efisien dan berkelanjutan tanpa menguras sumberdaya alam. Hal ini mencakup pemenuhan energi menggunakan sumber energi baru terbarukan/EBT (100% EBT pada 2040); penerapan teknologi dalam properti, baik hunian maupun komersil seperti aplikasi yang memastikan lampu mati ketika tidak digunakan, atau temperatur diatur otomatis ketika rumah kosong; dan peraturan terkait penggunaan kendaraan listrik dan jadwal mencuci saat listrik dalam kondisi paling bersih dan paling murah.
Kedua, penggunaan bahan bangunan yang ramah lingkungan untuk pembangunan perumahan.
“Termasuk ke dalamnya hunian berbahan plat kayu yang dapat membantu mengurangi kadar emisi CO2, kuat, mudah dirawat, dan masa ketahanan tinggi,”tandas Rokhmin.
“Struktur dan pola ruang wilayah harus mampu memfasilitasi semua kegiatan ekonomi dan kehidupan manusia berjalan secara produktif, efisien, mudah, nyaman, aman, sehat, dan membahagiakan,” terang Rokhmin Dahuri.
Rokhmin pun mengungkapkan tujuan pembangunan ekonomi IKN baru nantinya adalah: (1) semua penduduk usia kerja (15 – 64 tahun) bisa bekerja dengan income yang mensejahterakan (> US$ 300/orang/bulan), (2) berdaya saing tinggi, (3) menghasilkan pertumbuhan ekonomi tinggi (> 7% per tahun) dan berkualitas, dan (4) ramah lingkungan serta berkelanjutan (sustainable).
“Pembangunan ekonomi di IKN baru itu meliputi pengembangan ekonomi kreatif, industri – 4.0, pariwisata, dan perdagangan & jasa. Pengembangan industri manufaktur (pengolahan) SDA: perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, tanaman pangan, hortikultur, dan ESDM. Pengembangan industri manufaktur: elektronik, otomobil, peralatan rumah tangga (home appliances), dan lainnya. Pengembangan energi baru dan terbarukan: matahari, angin, hidro, bioenergy, energi kelautan, dan lainnya,” jelas Rokhmin.
Dalam konteks lingkungan wilayah tata ruang, Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu mengatakan prinsip-prinsip pembangunan wilayah melalui penataan Kabupaten PPU IKN yang smart, bersih, hijau, indah, nyaman, dan aman (landscaping, taman kota, dll).
“Pengendalian pencemaran, sampah, dan sedimentasi. Restorasi ekosistem alam yang telah rusak. Konservasi biodiversity, restocking, dan stock enhancement. Mitigasi dan adaptasi terhadap Global Climate Change, tsunami, dan bencana alam lainnya,” tegas Rokhmin.
Sementara terkait dengan pembangunan sumber daya manusia (SDM) Masyarakat Pesisir IKN Kabupaten PPU harus difokuskan pada lima peningkatan pelayanan dan kebijakan yakni peningkatan gizi masyarakat dan pelayanan Kesehatan, peningkatan pelayanan Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan, peningkatan Penelitian dan Pengembangan. Peningkatan Iman dan Taqwa, etos kerja, dan akhlak mulia.
“Tiga langkah strategis untuk menciptakan produktivitas dan daya saing, sehingga Kab. PPU IKN bisa maju dan sejahtera secara berkelanjutan. Pertama, menjadi tuan rumah yang baik (be a good host) bagi pelanggan daerah (rakyat, wisatwan, investor, dan talented people). Kedua, memperlakukan pelanggan secara baik (treat your customers/guests properly). Ketiga, membangun sebuah “rumah” yang nyaman bagi pelanggan (building a home sweet home),” ujar Ketua DPP PDIP Bidang Kelautan dan Perikanan tersebut.
Rokhmin menyebutkan bahwa kabupaten PPU memiliki potensi perikanan yang harus dimanfaatkan dalam memajukan masyarakat khususnya di pesisir yakni Usaha Perikanan Tangkap, Usaha Budidaya Laut (Mariculture), Usaha Budidaya Perairan Payau (Tambak), Usaha Budidaya Perairan Tawar: keramba di sungai, KJA di danau dan bendungan, kolam air tawar, minapadi, akuarium (ikan hias), dan wadah lainnya, dan Industri Pengolahan Hasil Perikanan.
“Semua usaha diatas harus menerapkan skala ekonomi, Integrated Supply Chain Management System, teknologi mutakhir pada setiap mata rantai pasok, dan prinsip-prinsip pembangunan ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainable development),” tandas Rokhmin.