Mahasiswa UMC Didorong Optimalkan Bonus Demografi
Mahasiswa UMC siap optimalkan bonus demografi melalui KKM tematik, dengan fokus pada keluarga berkualitas, cegah stunting, ayah teladan, daycare anak, hingga homecare lansia.

UMCPRESS.ID - Bonus demografi yang sedang dinikmati Indonesia jangan sampai terlewat begitu saja. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC) mendapat tantangan langsung untuk ikut mengoptimalkan potensi ini lewat pembekalan Kuliah Kerja Mahasiswa (KKM) pada Sabtu, 19 Juli 2024.
Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (BKKBN), Dr. Bonivasius Prasetya Ichtiarto, S.Si., M.Eng., hadir memberi pembekalan pada mahasiswa KKM UMC di Cirebon. Ia menegaskan bahwa masa bonus demografi ketika penduduk usia produktif (15–64 tahun) mendominasi — merupakan periode krusial untuk mendorong kemakmuran masyarakat dan mencapai visi Indonesia Emas 2045.
“Kita sekarang berada pada kondisi ideal untuk pembangunan. Tapi, bonus demografi bukan hadiah yang datang sendiri, melainkan peluang yang harus dimanfaatkan dengan kerja keras dan kolaborasi,” ujarnya.
Data BKKBN menunjukkan, 70,72 persen penduduk Indonesia saat ini berada pada usia produktif, dengan total jumlah penduduk mencapai 270,2 juta jiwa. Di Pulau Jawa yang hanya 7% dari luas Indonesia, sudah menampung lebih dari separuh populasi. Sementara laju pertumbuhan penduduk mulai melambat, tantangan pemerataan kualitas SDM justru makin besar.
Karena itu, mahasiswa sebagai bagian dari generasi produktif didorong untuk mendekatkan program-program penguatan keluarga ke masyarakat akar rumput. Dalam KKM kali ini, mereka tidak hanya mengabdi dalam bentuk kegiatan biasa, tetapi terlibat langsung pada program strategis seperti GENTING (Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting), GATI (Gerakan Ayah Teladan Indonesia), TAMASYA (Taman Asuh Sayang Anak), dan SIDAYA (Lansia Berdaya).
Mahasiswa KKM akan melakukan edukasi pranikah dan parenting, menyelenggarakan kelas calon ayah dan ayah muda, mendampingi keluarga berisiko stunting, membangun daycare komunitas, hingga memfasilitasi homecare untuk lansia. Semua program ini bermuara pada pembangunan keluarga berkualitas sebagai pondasi SDM unggul.
“Mahasiswa harus menjadi jembatan antara pemerintah, masyarakat desa, puskesmas, sekolah, bahkan BUMDes untuk memastikan pembangunan keluarga berjalan dengan baik. Bonus demografi hanya akan jadi beban kalau kualitas SDM rendah,” kata Bonivasius.
Tak hanya berbicara soal angka, ia juga menyinggung fenomena generasi fatherless, minimnya kehadiran ayah secara emosional maupun fisik dalam pengasuhan anak yang dapat berdampak pada kualitas generasi berikutnya. Melalui program GATI, mahasiswa diharapkan mampu mengedukasi para pria muda untuk lebih terlibat dalam keluarga.
Selain itu, mahasiswa juga diminta kreatif dalam mengintegrasikan edukasi berbasis budaya lokal. Misalnya, dengan menyusun modul belajar-mengajar anak usia dini yang relevan dengan kearifan setempat, atau membuat buku saku edukasi stunting yang mudah dipahami masyarakat.
Dalam KKM tematik ini, mahasiswa juga akan berperan sebagai fasilitator kegiatan lansia. Mereka membantu membangun jejaring relawan homecare komunitas, mengorganisasi senam lansia, kebun bersama, hingga memberikan pelatihan dasar perawatan lansia.
Bonivasius berpesan “Buatlah masyarakat melihat mahasiswa bukan hanya datang untuk menjalankan kewajiban akademis, tetapi juga sebagai agen perubahan yang membantu menciptakan anak sehat, keluarga harmonis, lansia mandiri, dan lingkungan sosial yang suportif. Karena merencanakan itu keren!”
Dengan semangat itu, mahasiswa UMC yang siap terjun ke lapangan kini membawa misi besar: memastikan bonus demografi tidak terbuang, tetapi benar-benar menjadi batu loncatan menuju Indonesia yang berdaulat, maju, adil, dan makmur di tahun 2045.