Lawan Perundungan, Perpustakaan UMC Gelar Diskusi Buku " Bully"
UMCPRESS.ID -Kolaborasi sastrawan, fotografer bersama seniman pantomin berhasil melahirkan karya buku bertema lawan perundungan. Perbedaan latar belakang tersebut menjadi kerjasama apik dalam mengangkat tema yang menjadi masalah bersama.
Melalui buku berjudul “Bully”, Nissa Rengganis (penulis), Toni Handoko (Fotofrafer) dan Wanggi Hoed (Mime) berkolaborasi untuk mengedukasi masyakarat tentang dampak dari bullying.
Buku ini mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin kerap muncul dalam benak kita : apakah bullying itu? siapakah pelaku bullying? siapakah korban bullying? apakah kamu korban bully atau tukang bully? perlukah para pembully dibela? serta pertanyaan-pertanyaan lainnya yang terus mengganggu.
Narasumber buku yaitu: Nissa Rengganis (penulis), Toni Handoko (Fotofrafer) dan Wanggi Hoed (Mime), dengan Pemantik Diskusi Ida Ri’aeni, Kaprodi Ilmu Komunikasi FISIP UMC.
Menurut Nissa, Dari data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis data bahwa sepanjang tahun 2022, setidaknya sudah terdapat lebih dari 226 kasus kekerasan fisik dan psikis, termasuk perundungan yang jumlahnya terus meningkat hingga saat ini.
“Tidak hanya itu, data riset yang pernah dirilis oleh Programme for International Students Assessment (PISA) tahun 2018 juga menunjukkan bahwa sebanyak 41,1 persen siswa di Indonesia mengaku pernah mengalami perundungan. Sangat mencemaskan’, jelas Nissa.
Pertanyaan Nissa terkait keresahannya akan perundungan, dijawab Wanggi Hoed dengan ekspresi, mimik, body language tentang tema yang diangkat.
“Sadar atau tidak kita seringkali menjadi pelaku atau korban Bully. Ketika kecil saya yang kurus ini dipanggil si Ceking. Saya memilih untuk mengabaikan. Karena jika kita balas dengan mengatakan kamu gendut atau lainnya, praktis kita sudah menjadi pembully. Mengekspresikan rasa dan pengalaman bully dalam bentuk mime, saya berusaha menunjukan ekspresi agar pembaca tidak salah makna, Mungkin itu tantangannya,” papar Wanggi.
Toni Handoko, fotografer potrait yang mengcapture karyanya melalui foto hitam putih dalam buku ini. “Karya hitam putih adalah karya yang sangat kaya akan interpretasi. Dari foto hitam putih, warna yang kaya akan muncul dalam benak masing-masing pembaca atau siapapun yang melihatnya. Hitam putih juga merupakan wilayah netral,”
Semakin banyak kasus perundungan di sekitar kita, membuat kita tidak bisa lepas dari hal ini. Korban terbanyak menimpa anak-anak di lingkungan sekolah. Namun tak hanya itu, siapapun bisa menjadi korban. Bahkan di lingkungan pendidikan tinggi. Belum lagi di ruang maya, cyberbullying bisa menimpa siapapun ketika dianggap aneh atau asing.
“Sejak 2018, Indonesia tercatat sebagai negara urutan kelima dari 78 negara dengan tingkat perundungan tertinggi yang terjadi di sekolah. Ironis, dari kajian Katadata Media Network (2018) sekolah menjadi lokasi tertinggi terjadinya kasus perundungan. Padahal Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang ramah tamah, serta menjunjung sopan santun. Di ruang virtual, bahkan sekelas pemimpin atau tokoh besar pun, kadang bisa menjadi objek bully-an netizen. Menjadi tugas kita bersama, mengapa hal ini terus terjadi, dan apa yang kita bisa lakukan dalam mencegah dan meminimalisir perundungan?, “ tanggap Ida dalam diskusi tersebut.
Diskusi buku ini digelar pada pada hari Senin,26 Juni 2003 pukul 12.30 WIB di Aula Masjid Raya Universitas Muhammadiyah Cirebon. Sebanyak 100 mahasiswa, dosen dan karyawan antusias menanggapi dalam forum diskusi.
Melalui kegiatan ini, diharapkan para peserta khususnya mahasiswa bisa mengambil proses kreatif dan menghasilkan karya-karya produktif. Menjadi tugas bersama juga untuk lebih perhatian dan ambil bagian menjadi solusi dalam isu-isu di sekitar kita. Tak hanya tentang perundungan, tapi juga isu bersama di lingkungan pendidikan seperti intoleransi dan kekerasan seksual yang tengah mengemuka.