Orkestra Hati Prof Mukti Fajar Bawa Civitas FH UMC Menyelam Jalan Liku Seorang Hakim

Orkestra Hati Prof Mukti Fajar Bawa Civitas FH UMC Menyelam Jalan Liku Seorang Hakim

UMCPRESS.ID - Kebebasan yang kamu dapatkan, Bukan jadi kamu boleh sembarangan

Kamu sudah berjanji...

Jangan ingkari janji...

Mending jangan berjanji...

Selarik bait yang dilantunkan Prof. Mukti Fajar Nur Dewata ini terasa menyayat, kalau saja itu dinyanyikan oleh penyanyi biasa, barangkali tidak akan terlalu istimewa. Bait lagu berjudul 'Orkestra Hati oleh Slank itu dicover oleh Ketua Komisi Yudisial periode 2021-2023, seorang ahli hukum, pemimpin lembaga negara, tentu saja, lapisan lagu itu jadi lebih bermakna.

Prof Mukti--begitu dia biasa disapa koleganya-- memetik gitar sambil menyanyi lirih bersama Dosen dan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Cirebon di Meeting Room Convention Hall UMC, Sabtu (5/11/2023).  

Lirik lagu itu memang terdengar seperti nada friendly reminder  tentang Hakim yang sudah megambil sumpah untuk tidak sekedar janji. 

Tampaknya, lirik Lagu tersebut ini line dengan materi Prof Mukti yang berjudul " Menjaga Integritas Hakim, Membangun Kredibilitas Peradilan"

Lirik lagu itu mengajak civitas FH UMC mengenal Prof Mukti, Jalan hidup dan kariernya yang tidak semulus yang dikira banyak orang, dia memang lahir dari kedua orangtua yang berprofesi sebagai akademisi. Namun, cita-cita awalnya adalah menjadi musikus, pelantun lagu, dan bikin band.

Gelora muda yang membuncah membuat dia menyalurkan hasrat besarnya lewat bermusik. Tapi orangtuanya berkata lain, menolak. 

Pilihan kemudian diarahkan Prof Mukti untuk menjadi arsitek, dia punya bekal kuat semasa di SMA, mengambil jurusan IPA. Hitung-hitungan, dan ilmu pastinya teruji. Tapi, jalur nasib juga kurang menghendaki. 

Tatkala Prof Mukti menempuh studi S2 di Universitas Diponegoro, ia lalu belajar menjadi seorang akademisi, dosen bidang ilmu hukum.

"Saya mencoba untuk menjalani, walaupun sempat belum incharge di bidang hukum," ujar Prof Mukti.

Dalam kebimbangan mengikuti arus waktu, Prof Mukti bertemu teman karibnya, ia lantas menceritakan keresahannya itu, teman itu seorang non-muslim. Tapi dia menyarankan Prof Mukti untuk pergi Mekah, menjalani rukun Islam yang terakhir.

"Kamu naik haji, tanya sama Tuhan-mu kamu ini akan jadi apa?" kata Prof Mukti menirukan nasihat karibnya.

Saran itu benar-benar dijalankan, tujuannya bukan naik haji, melainkan hanya ingin bertanya kepada Tuhan, di mana lentera hidupnya akan menyala.

Seperti dalam kisah-kisah inspiratif, doa Haji Mukti kemudian terjawab, sepulangnya dari Mekah dia mengambil S-3 di Universitas Indonesia, dan memperoleh gelar Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Indonesia pada 2009. Dari sana kariernya terbuka. 

Komisi Yudisial Sebagai Benteng Keadilan

Menjadi Ketua Komisi Yudisial bukan pilihan awal Prof Mukti, saat mulai mendaftar pun dilaluinya dengan permenunangan yang mendalam. "Saya sudah serahkan kepada Tuhan, saya melihat jabatan sebagai tugas, asal mampu dan mau, di bidang hukum saya punya basisnya."

Awal Januari 2021, Prof Mukti terpilih menjadi Ketua Komisi Yudisial setelah berhasil mengantongi empat suara, melawan tiga suara milik Amzulian Rifai melalui mekanisme Rapat Pleno Komisioner, resmilah dia menjadi Ketua lembaga negara tersebut.

Dihadapkan pada persoalan peradilan yang pelik, Prof Mukti menilai secara empiris lembaga yudikatif masih terbawa kultur masa lalu. Menurutnya yudikatif ini memiliki kekuasaan penuh untuk menjalankan hukum, terutama hakim selalu wakil Tuhan, tidak dapat diintervensi oleh siapapun.

Oleh karena itu, perlu lembaga penyeimbang lembaga peradilan, kekuasaan kehakiman memberikan kewenangan yang besar pada seorang hakim, tentu itu berdasarkan fakta peradilan dan perundangan. Komisi Yudisial berperan di sana.

"Berkahnya di pengalaman yang saya dapat sebagai akademisi itu hitam di atas putih, sedangkan di lapangan realitasnya lain, itu bagian dari kegelisahan saya, walaupun sedikit, di lembaga ini saya bisa menyumbang sesuatu kepada realitas hukum," ujarnya.

Komisi Yudisial bertugas menjaga integritas hakim, kata Prof Mukti, tugas wakil tuhan yang harus kita jaga, kalau dia nakal kita awasi, kalau diintervensi kita lindungi, kalau dia kurang update dalam bidang keilmuan, kita kasih peningkatan kapasitas.

Inilah yang menjadi substansi tugas komisi yudisial, dalam upayanya menjaga independensi dengan kekuasaan kehakimannya dapat berjalan lurus dengan kapasitas ilmunya, juga kapasitas moralnya bisa memberikan keputusan bagus. 

Menanggapi masih ada mafia peradilan, mafia kasus, ada sogok menyogok, ada upaya mengintervensi hakim dan lembaga peradilan, Prof Mukti tidak menyangkal. Untuk itu, bersama-sama mitra kerja yaitu Mahkamah Agung, Komisi 3 DPR RI, komisi yudisial  membuat benteng agar keadilan itu jangan sampai jebol.

Terobosan yang dilakukannya selama bertugas yaitu berupaya mengubah paradigma lama, bahwa Komisi Yudisial itu merupakan lembaga pengawas eksternal. Sedangkan, hubungan antara yang diawasi dan mengawasi ini satu yang secara sensitif rasa, "Kalau diawasi orang kita merasa risih, sebenarnya harus ada sinergi," tegas Prof Mukti.

Sebagai lembaga lembaga penyeimbang, Komisi Yudisial harus mampu melakukan fungsi pengawasan eksternal yang independen sehingga kekuasaan kehakiman yang merdeka dapat berjalan selaras dengan akuntabilitas peradilan.

Tujuannya satu, agar benteng terakhir keadilan jangan jebol. "Hakim terjaga marwahnya, lembaga peradilannya dipercaya, Komisi Yudisial juga mampu bertindak penunjang kekuasaan hakim. Saya optimis, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum akan meningkat," pungkas Prof Mukti.

Jam menunjukan pukul 12.30, di luar ruangan Meeting Room CH, cuaca tampak cerah. Dekan FH UMC, Dr. Elya Kusuma Dewi memberikan secarcik kertas kepada moderator agar acara mesti diakhiri.

Sebelum berangkat ke Tegal, Rektor UMC Arif Nurudin mengajak Prof Mukti menikmati empal gentong, makanan khas cirebon di dekat Stasiun Kereta Kejaksan Kota Cirebon.

Usai menikmati empal gentong, Prof Mukti dengan ramah berbincang bersama Rektor, dosen dan mahasiswa FH UMC. Di meja makan itu pula, Prof Mukti bersama Rektor UMC menikmati kopi. Sambi berkelakar, Ia merasa seperti makan siang ala 3 capres yang sepertinya memiliki banyak tafsir. 

Sontak, seluruh civitas FH UMC yang bersama dengan Prof Mukti pun tertawa.

Tak terasa, Sespri Prof Mukti, Titis mengingatkan bahwa 20 menit lagi kereta Tegal Bahari akan tiba di Stasiun.

Perbincangan singkat, santai dan bermakna pun harus berakhir. Siapa sangka, kepada musikus gagal itu Marwah dan Integritas Hakim kini dipercayakan. Sampai jumpa Prof Mukti.