Tiga Pilar Deep Learning yang Menginspirasi
Dr. Ikariya Sugesti, S.S, M.Pd dalam INACOLET 2025 menekankan tiga pilar deep learning seperti personalisasi, umpan balik, dan metakognisi, sebagai kunci pembelajaran bermakna dan menyenangkan di kelas bahasa Inggris.

UMCPRESS.ID - Deep learning bukan sekadar istilah futuristik dalam dunia pendidikan. Dalam konferensi International Conference on Language and Education and Technology (INACOLET) 2025 yang digelar oleh Prodi Pendidikan Bahasa Inggris (Prodi-PBI) Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC) pada Selasa–Rabu (24–25/06), Dr. Ikariya Sugesti, S.S., M.Pd. menggugah semangat para pendidik dengan gagasannya yang berani dan visioner: “Three Pillars of Deep Learning in English Language Classroom”.
Presentasi energik dan penuh wawasan ini menyuntikkan semangat baru bagi guru-guru bahasa Inggris untuk membangun pembelajaran yang lebih bermakna, reflektif, dan menyenangkan.
Deep learning bukanlah kurikulum
Mengawali paparannya, Dr. Ikariya menegaskan bahwa deep learning bukanlah kurikulum baru, melainkan pendekatan pembelajaran yang menempatkan pemahaman mendalam sebagai poros utama.
“Ini bukan tentang menghafal untuk ujian, melainkan tentang mengaitkan pengetahuan dengan pengalaman nyata,” tegasnya.
Kutipan dari Prof. Abdul Mu’ti, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, turut memperkuat pernyataan tersebut bahwa deep learning mampu melahirkan pembelajar sejati, bukan sekadar pelafal hafalan.
Tiga pilar utama yang dijabarkan Dr. Ikariya yakni personalisasi, umpan balik, dan metakognisi menjadi highlight presentasi.
Ketiganya tidak berdiri sendiri, melainkan saling menguatkan dalam menciptakan ruang belajar yang menyentuh aspek kognitif sekaligus afektif siswa. Guru didorong untuk memahami kebutuhan dan karakter masing-masing siswa, merancang penilaian yang otentik, serta mengajak siswa merefleksikan proses belajar mereka sendiri.
Tak hanya teori, Dr. Ikariya menyuguhkan berbagai strategi konkret yang bisa langsung diterapkan di ruang kelas. Mulai dari penataan ruang yang inklusif, pembelajaran kontekstual berbasis proyek (PBL dan PjBL), metode aktif seperti diskusi kelas dan permainan edukatif, hingga pemanfaatan teknologi digital untuk memperkuat pengalaman belajar.
“Pembelajaran yang bermakna haruslah menyenangkan, penuh kesadaran, dan selalu berorientasi pada hasil belajar nyata,” ujarnya.
Menariknya, pendekatan ini juga menekankan pentingnya literasi dan numerasi dalam pengajaran bahasa. Dengan mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu, siswa tidak hanya belajar bahasa Inggris, tetapi juga belajar berpikir, menganalisis, dan mengambil keputusan dalam konteks kehidupan nyata. Inilah esensi meaningful learning yang ditekankan sepanjang presentasi.
Di akhir sesi, Dr. Ikariya mengajak para guru untuk terus berefleksi: “Apa yang saya pelajari hari ini? Apa yang sulit saya pahami? Bagaimana saya bisa menghubungkannya dengan kehidupan saya sehari-hari?” Pertanyaan-pertanyaan inilah yang menjadi dasar dari pembelajaran mendalam dan bertahan lama.
INACOLET 2025 bukan sekadar ajang akademik. Ia menjadi panggung perubahan cara pandang terhadap pendidikan, bahwa kelas bahasa Inggris bisa menjadi tempat yang menggembirakan, penuh makna, dan membekas dalam ingatan siswa. Deep learning bukan mimpi, tapi langkah nyata menuju generasi pembelajar masa depan.
Selain Dr. Ikariya, kegiatan ini pun menghadirkan pakar dunia, di antaranya: Dr. Willy A. Renandya dari Nanyang Technological University, Singapura; Zarina Muminova, Ph.D., dari University of Oxford; dan Dr. Azran Azmi dari Kaffia Islamic University, Bangladesh.