Pedagogik Lebih Penting dari Teknologi

Associate Prof Dr. Willy A. Renandya menegaskan bahwa teknologi tak akan efektif tanpa fondasi pedagogi yang kuat dalam pembelajaran bahasa Inggris.

Pedagogik Lebih Penting dari Teknologi

UMCPRESS.ID - Kemajuan teknologi telah menghadirkan berbagai aplikasi canggih, platform belajar daring, dan kecerdasan buatan dalam ruang kelas, seolah-olah menjadi penyelamat tunggal dalam meningkatkan kemampuan berbahasa siswa. Namun, banyak akademisi dan praktisi pendidikan kini mulai mempertanyakan: apakah teknologi benar-benar lebih penting daripada pedagogik?

Associate Prof. Dr. Willy A. Renandya, akademisi dari Nanyang Technological University, Singapore, pada Konferensi Internasional Prodi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC) bertajuk “Revolutionizing English Education: Innovation, Pedagogy, Digital Technology, and Emerging Trends”, Selasa, 24 Juni 2025, membawakan topik “Can Technology Improve Language Proficiency?”.

Ia mengajak para akademisi dan praktisi pendidikan untuk berpikir ulang soal tren teknologi dalam pembelajaran bahasa Inggris.

“Banyak guru tergoda oleh kilauan teknologi. Namun tanpa dasar pedagogik yang kuat, teknologi justru bisa menyesatkan proses belajar,” tegasnya.

Mengutip penelitian Li et al. (2019) di sekolah dasar pedesaan di Tiongkok, Dr. Renandya menunjukkan bahwa penggunaan teknologi tinggi dalam kelas EFL (English as a Foreign Language) tidak serta-merta meningkatkan interaksi guru dan murid.

“Ada sedikit umpan balik, minim penggunaan bahasa Inggris, dan rendahnya kualitas pertanyaan dari guru. Jadi, hasilnya? Hampir tak berdampak,” jelasnya.

Tak berhenti di sana, ia juga membedah temuan dari Golonka et al. (2014) yang meninjau lebih dari 350 studi tentang efektivitas teknologi dalam pembelajaran bahasa asing.

Kesimpulannya mencengangkan: secara umum, teknologi hanya memberi dampak terbatas mungkin pada pelafalan atau peningkatan penggunaan bahasa. Tapi untuk peningkatan kemahiran secara keseluruhan? Masih dipertanyakan.

Namun, bukan berarti Dr. Renandya menolak teknologi. Ia menggarisbawahi bahwa jika digunakan dengan prinsip pedagogik yang tepat seperti pembelajaran kolaboratif, tugas dunia nyata, pembelajaran autentik, dan pembelajaran yang dipersonalisasi teknologi bisa menjadi katalis yang sangat bermanfaat.

Melalui kerangka “3L” Language Input, Language Processing, dan Language Use, ia menjelaskan bahwa teknologi bisa memperkaya sumber input bahasa melalui e-book, talk show, atau film edukatif. Namun, input saja tidak cukup.

“Siswa harus memproses bahasa itu, menggunakannya dalam konteks nyata, dan mengulanginya agar menjadi pembelajar yang fasih,” katanya.

Orang belajar membaca dengan membaca, belajar berbicara dengan berbicara. Metode ini jelas membangkitkan semangat para peserta. Dalam sesi tanya jawab yang hangat, para dosen dan mahasiswa terlihat terpacu untuk merefleksikan pendekatan pembelajaran mereka.

Konferensi ini bukan hanya menghadirkan inspirasi, tetapi juga mengingatkan dunia akademik bahwa kemajuan teknologi tak akan mengalahkan pentingnya pendekatan pedagogis yang kuat, kreatif, dan relevan.

Seperti disimpulkan Dr. Renandya dengan penuh keyakinan:

“Teknologi itu penting. Tapi tanpa pedagogi, itu hanya pajangan kosong di ruang kelas digital.” pungkasnya.