Sambut Tahun Politik, Pemuda Muhammadiyah Kab Cirebon Hadirkan Diskusi Konstruktif

Sambut Tahun Politik, Pemuda Muhammadiyah Kab Cirebon Hadirkan Diskusi Konstruktif
Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Cirebon dan Prof Ahamad Dahlan (Ketua PDM Kab Cirebon), Dr. H. Sopidi, MA (Ketua KPUD Cirebon), Aneu Nursifah,SE (Komisioner KPU DPRD Kab Garut)

UMCPRESS.ID - Atmosfir politik semakin terasa di penghujung 2022 ini, deretan baliho, terbentuknya koalisi antar partai hingga deklrasi relawan non-partai sudah menggema.

Suasana politicking yang begitu pekat, begitu riuh hingga substansinya cendrung tidak terlalu mengarah pada pencapaian tujuan-tujuan besar bangsa ini. 

Hal itu cukup mengusik Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Cirebon yang menghendaki agar tahun politik mesti disambut dengan penuh hikmah karena ini adalah hajatan terbesar bangsa setiap lima tahunan. 

Ketua Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Cirebon, Yanyan Hendriyana Fadlullah menghendaki adanya diskusi konstruktif agar elemen anak bangsa dari ragam background memaknai hajatan kepemiluan itu menghasilkan kepemimpinan yang benar-benar mendekati kehendak rakyat. 

" Pemilu merupakan salah satu sarana legitimasi kekuasaan. Pemilu dapat dikatakan aspiratif dan demokratis apabila memenuhi beberapa persyaratan," ucap Yanyan di Diskusi Kebangsaan dengan tema  "Merawat Kesadaran Politik Kebangsaan Melalui Kepemiluan yang Demokratis" di Gedung Juanda, Sabtu (5/11/2022).

Kegiatan ini menghadirkan Prof Ahamad Dahlan (Ketua PDM Kab Cirebon), Arif Nurudin (Rektor UMC) Dr. H. Sopidi, MA (Ketua KPUD Cirebon), Aneu Nursifah,SE (Komisioner KPU DPRD Kab Garut)

Mengawali sambutannya,Yanyan kembali menekankan  Muhammadiyah adalah gerakan dakwah, bukan organisasi politik, bahkan tidak memiliki afiliasi, sampai kapan pun tidak akan menjadi parpol. 

Tetapi, sangat meyakinkan bahwa untuk mewujudkan cetak biru berdasarkan pandangan dunianya, Muhammadiyah memerlukan bukan hanya strategi kebudayaan, melainkan juga politik.

Berbicara politik, maka Indonesia juga berhutang kepada tokoh-tokoh Muhammadiyah.

Kehadiran Muhammadiyah di Indonesia sudah yang ke 110 tahun silam tidak lain adalah sebuah jawaban riil terhadap kondisi bangsa Indonesia saat itu, dimana kolonial Belanda tidak hanya mengeruk kekayaan bangsa melainkan juga merenggut hak dasar masyarakat untuk mengenyam pendidikan yang mencerahkan termasuk juga rasa aman khususnya umat Islam dalam menggenggam keyakinan agamanya dari para zending.

Realitas inilah yang memantik KH. Ahmad Dahlan setelah pulang dari ibadah haji dan berguru kepada ulama Indonesia di Makkah, untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah, tepatnya 18 November 1912 M.

Kontribusi Muhammadiyah dibuktikan dengan peran kadernya dalam merumuskan dasar Pancasila. Sederetan nama KH. Kahar Muzzakir, Kasman Singodimejo, dan ki Bagus Hadikusumo adalah founding father yang sangat memahami kemajemukan “kebhinekaan” masyarakat Indonesia.

Memang Muhammadiyah tidak bersinggungan dengan parpol tapi tidak ada yang namanya meniadakan peran Muhammadiyah dalam kancah perpolitikan regional hingga ke nasional. Jika terjadi demikian, maka sama saja tidak melihat searah.

Muhammadiyah kata Yanyan, sudah sangat mapan dan tak kaget dengan ragam dinamika. 

Ketika ada wartawan yang bertanya kepada Yanyan,  apakah ada kaitannya dengan tidak terpilihnya unsur Muhammadiyah di KPU.

Yanyan dengan tegas menepis tudingan tersebut seraya mengatakan bahwa perjuangan tidak mesti dalam sistem.

Akhirya, Yanyan mengapresiasi paparan seluruh narasumber dan berharap diskusi ini mematangkan cakrawala berpikir dan kedewasaaan sikap dalam berdemokrasi.

Bagi Yanyan, madrasah demokrasi itu sama seperti meminum kopi, punya kelebihan tanpa perlu dibicarakan.

Kopi juga punya kekurangan, tanpa perlu diperdebatkan. Yanyan yang juga penikmat kopi sangat sadar. Siapapun, jikalau ada kelebihan pasti ada kekurangan, punya plus pasti punya minus. Itu semua biasa, rileks saja, mari mengopi menuju demokrasi  2024 yang penuh damai.