Tiga Srikandi UMC Berdayakan Perempuan Pengusaha Batik Tulis Lewat PKM Kemenristekdikbud
UMCPRESS.ID - Banyak pengusaha perempuan menghadapi masa paceklik saat badai pandemi terjadi.
Tak ayal, mereka menemui kesulitan dalam berusaha dan memasarkan hasil produksinya, kesulitan ekonomi di keluarga, anak-anak harus belajar di rumah dan permasalahan lain yang kompleks.
Begitupun dengan Perempuan Pengusaha Batik Tulis, mereka harus memutar otak untuk memastikan roda bisnis tetap berjalan
Problematika diatas pun memicu Semangat Tiga Dosen Perempuan Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC) yang menghendaki agar perempuan tetap berdaya di masa transisi pandemi ke endemi ini.
Ketua Tim Riset Program Kemitraan Masyarakat (PKM), Dr. Sari Laelatul Qodriah, S.E.,M.Si menegaskan bahwa perempuan mesti berdaya, agar keluarganya juga bahagia. Di sisi lain, dengan perempuan berdaya, dapat menjadi support system yang positif untuk suami.
Untuk itu, Dr. Sari Laelatul Qodriah bersama Tim Peneliti lainnya yaitu Ir. Nuri Kartini MT dan Desy Lusiyana M.Pd mengaku bersykur atas lolosnya Proposal PKM yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemenristekdikbud), dimana tujuannya sangat bermanfaat.
Kepala lembaga pengembangan Unit Usaha UMC ini menjelaskan bahwa mereka memilih Sanggar Batik Umah Cerdas Cirebon sebagai tempat pelaksanaan PKM.
Sementara itu, Ir. Nuri Kartini MT memaparkan sejumlah masalah yang dihadapi seperti fluktuasi dan ketersediaan bahan baku, kendala pemasaran, dan berkurangnya tenaga pembatik. Selain itu juga terdapat masalah produksi dan non produksi.
"Masalah dibagi menjadi dua yaitu masalah produksi dan non produksi. Masalah produksi diantaranya kesalahan pada pemotongan pola, masalah pada proses mencanting, pewarnaan dan proses akhir. Pada pemotongan pola masalah yang sering ditimbulkan yaitu dengan kesalahan mengukur dan pemotongan. Pada proses mencanting yang menjadi masalah yaitu tetesan malam yang terbuang, borosnya menggunakan kompor minyak, canting bocor, dan pemanas lilin yang tidak stabil," Nuri, Sabtu (1/10/2022).
"Masalah non produksi seperti pemasaran dan pelayanan pada konsumen juga tak luput dari sorotan. Pemasaran kain batik masih tradisional. Tidak jarang mitra menjual batik hasil produksi kepada butik dengan harga rendah. Masalah selanjutnya yaitu belum ada layanan konsumen," tambahnya.
Melihat berbagai permasalahan di atas, ujar Nuri, maka penting sekali kegiatan PKM ini dilakukan sebagai wujud penyelesaian beberapa permasalahan dunia industri, khususnya Batik Tulis yang yang awaki oleh Pengusaha Perempuan .
Dekan Fakultas Teknik UMC ini kemudian memproyeksikan pada peningkatan kualitas manajemen sumber daya manusia melalui beberapa pelatihan seperti penyusunan laporan keuangan, pelatihan pemasaran dan pelatihan inovasi produk, pengadaan peralatan untuk menunjang usaha, peningkatan kualitas produk baik design, inovasi maupun varian produk, serta pemberian label kemasan yang menarik.
Selanjutnya, Desy Lusiyana M.Pd menerangkan bahwa rincian kegiatan dilaksanakan pada September 2022, terdiri dari pemolaan batik kacirebonan dan canting gambar, proses pewarnaan, proses mengunci warna. Tidak hanya itu, terdapat pelatihan pemasaran juga penyusunan laporan keuangan.
Kegiatan ini sebagai wadah bagi mahasiswa untuk belajar di luar kampus guna mendukung penciptaan ekosistem merdeka belajar yang tertuang dalam pelaksanaan kegiatan Pemberdayaan Perempuan Pengusaha Batik Tulis.
Sedangkan manfaat bagi dosen untuk belajar bermitra dengan dunia industri, sebagai wujud dari kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi untuk membantu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi Dunia Usaha Dunia Industri.
Desy yang merupakan Tim LPPM bagian publikasi berharap agar PKM ini memberikan proses pembelajaran yang cukup efektif untuk dosen, mahasiswa, masyarakat dan dunia usaha.
" PKM ini tidak hanya sebatas laporan biasa tapi ada nilai filosofisnya, baik perspektif perempuan juga kebangsaan yang perlu kami perjuangkan. Semoga PKM yang kami lakukan ini menjadi sumbangsih terbaik untuk NKRI, tidak hanya untuk perempuan pengusaha di Cirebon serta Indonesia. Tak kalah pentingnya lagi, kami ingin pastikan batik yang telah ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda ini tidak diakuisisi oleh negara lain, sehingga bangsa Indonesia kehilangan warisan budayanya. Kami ingin batik ini menjadi milik bangsa indonesia selamanya," tutup Desy.